Perang Suku di Lampung – Sebuah Dendam Lama – Provinsi
Lampung yang berada di ujung timur pulau sumatera ini memang memiliki keunikan
tersendiri jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di sumatera. Di provinsi
yang berpenduduk 7.608.405 jiwa (sensus 2010) ini ditempati oleh berbagai suku,
selain suku asli lampung sendiri di provinsi tersebut juga banyak penduduk /
suku yang berasal dari Semendo (sumsel), Bali, Lombok, Jawa, Minang/Padang,
Batak, Sunda, Madura, Bugis, Banten, Palembang, Aceh, Makassar, warga
keturunan, dan Warga asing (China, Arab).
Salah satu keunikan lainnya dari provinsi lampung ialah
banyak nama daerah / kecamatan nya yang dinamai seperti nama daerah di pulau
jawa, seperti bantul, wates, wonosari, sidoarjo dsb. Hal tersebut bisa terjadi
karena memang sejak zaman dahulu ( belanda ) provinsi lampung adalah salah satu
tempat tujuan transmigrasi besar – besaran dari tanah jawa. Bahkan banyak
masyarakat Lampung suku Jawa yang belum pernah menginjakkan kakinya di Pulau
Jawa.
Jika Anda berkunjung ke Lampung, jangan heran menyaksikan
jumlah suku asli lampung lebih sedikit dibandingkan suku-suku pendatang lainya.
Bahasa yang digunakan sehari – hari pun adalah bahasa Indonesia, berbeda dengan
provinsi yang bertetangga dengan lampung seperti bengkulu dan sumatera selatan
yang masih menggunakan bahasa daerah masing – masing sebagai alat komunikasi.
Bahkan di beberapa kota / daerah di lampung bahasa jawa digunakan sebagai
bahasa komunikasi.
Tentunya dengan berbaurnya berbagai macam suku tersebut maka
tingkat kecenderungan untuk terjadinya konflik pun semakin tinggi. Sebenarnya
konflik – konflik antar suku sudah sering terjadi di provinsi lampung baik itu
antara suku asli lampung dengan bali seperti yang terjadi saat ini, maupun jawa
dengan bali atau lampung dengan jawa. Kenapa hanya ketiga suku tersebut yang
sering terlibat konflik ? ya memang karena ketiga suku tersebutlah populasinya yang
paling banyak.
Di beberapa daerah di lampung kita bisa menemukan sebuah
desa yang seluruh penduduknya berisi orang bali. Di tempat tersebut juga
biasanya terdapat sebuah pura besar tempat mereka melakukan kegiatan agama,
sama persis seperti keadaan di bali.
Pada sisi lain masyarakat asli Lampung yang memiliki
falsafah hidup fiil pesenggiri dengan salah satu unsurnya adalah ”Nemui-nyimah”
yang berarti ramah dan terbuka kepada orang lain, maka tidak beralasan untuk
berkeberatan menerima penduduk pendatang. Tetapi dengan seiring waktu falsafah
hidup tersebut mulai luntur dikarenakan berbagai macam hal.
Suku asli Lampung pada dasarnya bersikap sangat baik
terhadap para pendatang, mereka menyambut baik kedatangan para pendatang
tersebut tetapi memang terkadang para pendatang lah yang sering menyulut amarah
penduduk asli lampung. Sebagai tuan rumah, suku asli lampung tentunya tidak
akan tinggal diam jika mereka merasa dihina oleh suku lain apalagi hal tersebut
berkaitan dengan masalah “harga diri”.
Konflik antar suku dilampung memang bukan merupakan sebuah
hal baru, konflik tersebut sudah pernah terjadi sebelumnya dan pemicunya
hanyalah berawal dari masalah sepele. Bahkan di tempat yang sama dengan saat
ini terjadi perang suku saat ini yaitu di Sidorejo kecamatan Sidomulyo juga
pernah terjadi pada bulan januari 2012 kemarin, pemicunya adalah perebutan
lahan parkir. Berikut ini beberapa perang antar suku yang pernah terjadi di
Lampung :
Pembakaran pasa Probolinggo Lampung Timur oleh suku bali.
29 Desember 2010 : Perang suku Jawa / Bali vs Lampung
berawal dari pencurian ayam.
September 2011 : Jawa vs Lampung
Januari 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan Bali vs Lampung
Oktober 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan.
Konflik diatas adalah beberapa konflik yang terhitung besar,
selain konflik besar yang pernah terjadi diatas di lampung juga sering terjadi
konflik – konflik kecil antar suku namun biasanya hal tersebut masih bisa
diredam sehingga tidak membesar.
Dari konflik – konflik kecil tersebut timbullah dendam
diantara para suku – suku tersebut sehingga jika terjadi insiden kecil bisa
langsung berubah menjadi sebuah konflik besar. Pengelompokan suku di daerah
lampung memang sudah terjadi sejak lama, bahkan hal tersebut sudah terjadi
sejak mereka remaja. Di beberapa sekolah didaerah lampung anak – anak suku bali
tidak mau bermain / bersosialisasi dengan anak – anak suku lainnya begitu juga
dengan anak – anak dari suku jawa maupun lampung. Mereka biasanya berkelompok
berdasarkan suku mereka sehingga jika diantara kelompok tersebut terjadi
perselisihan tentunya akan melibatkan suku mereka.
Terkait degan bentrokan di Lampung Selatan, Minggu
(28/10/2012), Divisi Humas Mabes Polri hari ini, Senin (29/10/2012) merilis
kronologis resmi versi Polisi terkait bentrokian tersebut melalui laman online
humas mabes polri di www.polri.go.id.
Berikut kronologis lengkap bentrok yang merenggut 3 nyawa
tersebut :
Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 2012 pukul 09.30 WIB di
desa Sidorejo kecamatan Sidomulyo kabupaten Lampung Selatan, telah terjadi
bentrokan antara warga suku Lampung dan warga suku Bali.
Kronologis kejadian : Pada hari Sabtu tanggal 27 Oktober
2012 pukul 17.30 WIB telah terjadi kecelakaan lalu-lintas di jalan Lintas Way
Arong Desa Sidorejo (Patok) Lampung Selatan antara sepeda ontel yang dikendarai
oleh suku Bali di tabrak oleh sepeda motor yang dikendarai An. Nurdiana Dewi,
17 tahun, (warga Desa Agom Kec. Kalianda Kab. Lampung Selatan berboncengan
dengan Eni, 16 Th, (warga desa Negri Pandan Kec. Kalianda Kab. Lampung
Selatan).
Dalam peristiwa tersebut warga suku Bali memberikan
pertolongan terhadap Nurdiana Dewi dan Eni, namun warga suku Lampung lainnya
memprovokasi bahwa warga suku Bali telah memegang dada Nurdiana Dewi dan Eni
sehingga pada pukul 22.00 WIB warga suku Lampung berkumpul sebanyak + 500 orang
di pasar patok melakukan penyerangan ke pemukiman warga suku Bali di desa Bali
Nuraga Kec. Way Pani. Akibat penyerangan tersebut 1 (satu) kios obat-obatan
pertanian dan kelontongan terbakar milik Sdr Made Sunarya, 40 tahun, Swasta.
Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 2012 pukul 01.00 WIB,
masa dari warga suku Lampung berjumlah + 200 orang melakukan pengrusakan dan
pembakaran rumah milik Sdr Wayan Diase. Pada pukul 09.30 WIB terjadi bentrok
masa suku Lampung dan masa suku Bali di Desa Sidorejo Kecamatan Sidomulyo
Kabupaten Lampung Selatan.
Akibat kejadian tersebut 3 (tiga) orang meninggal dunia
masing-masing bernama: Yahya Bin Abdul Lalung, 40 tahun, Tani, (warga Lampung)
dengan luka robek pada bagian kepala terkena senjata tajam, Marhadan Bin Syamsi
Nur, 30 tahun, Tani, (warga Lampung) dengan luka sobek pada leher dan paha kiri
kanan dan Alwi Bin Solihin, 35 tahun, Tani, (warga Lampung), sedangkan 5 (lima)
orang warga yang mengalami luka-luka terkena senjata tajam dan senapan angin
masing-masing : An. Ramli Bin Yahya, 51 tahun, Tani, (warga Lampung) luka bacok
pada punggung, tusuk perut bagian bawah pusar, Syamsudin, 22 tahun, Tani,
(warga Lampung) Luka Tembak Senapan Angin pada bagian Kaki. Ipul, 33 tahun,
Swasta, (warga Lampung) Luka Tembak Senapan Angin pada bagian paha sebelah
kanan dan Mukmin Sidik, 25 tahun, Swasta, (warga Lampung) luka Tembak Senapan
Angin di bagian betis sebelah kiri.
Kasus ditangani Polres Lampung Selatan Polda Lampung.
Mungkin dengan kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi para
penduduk lampung untuk melakukan instropeksi diri masing – masing. Banyak warga
asli lampung mengatakan para pendatang didaerah mereka tidak tahu diri, tidak
sopan atau menghargai mereka sebagai penduduk asli. Begitu juga dengan warga
pendatang jangan karena merasa mereka memiliki kelompok yang banyak dan
memiliki solidaritas yang besar terus bersikap semena – mena terhadap suku
lainnya karena walau bagaimanapun mereka adalah pendatang / tamu dan layaknya
seorang tamu tentu harus menghormati tuan rumah.
Segala macam upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk
meredam konflik di Lampung, sering diadakannya pertemuan antar ketua adat di
lampung ternyata belum mampu meredam konflik – konflik yang sering terjadi, hal
tersebut terjadi karena diantara mereka sebenarnya saling menyimpan dendam.
Sumber
http://regional.kompasiana.com/2012/10/30/perang-suku-di-lampung-sebuah-dendam-lama-505234.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar